BAGAIMANA MENGUBAH BUDAYA DI ORGANISASI?


Ini pertanyaan yang saya cari jawabannya setahun ke belakang. Karena kita menghadapi berbagai masalah budaya di organisasi kita; budaya korupsi, mengubah budaya malas kerja, mengubah budaya gossip. Dan alhamdulillaah saya temukan jawabannya ketika membaca artikel dari MIT Sloan. Sebuah artikel dari John Shook, berdasarkan penglamannya sejak 1990an, mengubah pabrik mobil General Motor di Amerika, yang sangat buruk performanya, yang sangat rendah morale dari pegawainya, bisa berubah menjadi disiplin seperti Toyota.

Kuncinya ada di gambar tersebut. Kalau bicara budaya, sebenarnya ada 3 hal yang perlu diubah:

1.Culture (budaya)

2.Value and Attitude (Nilai dan sikap)

3.What we do (apa yang kita lakukan)

 

Atau kalau menurut Schein, seorang professor bidang Budaya Organisasi dari MIT, membagi menjadi tiga:

1.Basic Assumption (asumsi-asumsi dan ide dasar)

2.Value and Attitude (nilai dan sikap)

3.Artifacts (Artifak, rancangan, design dll)

 

Mungkin makna istilahnya sedikit rumit, tapi nanti sambil jalan akan dijelaskan. Kurang lebih kedua piramida tersebut sama makna nya. Tapi yang membedakan adalah urutannya.

 

Paradigma lama adalah mengatakan bahwa kalau ingin mengubah organisasi maka harus berurut dari nomor 1, 2, lalu 3. Bila ingin mengubah organsiasi maka ubah budaya nya, lalu ubah nilai dan sikapnya, lalu berubahlah cara bekerja di organisasi. Atau mengubah ide dan asumsi dasarnya, lalu mengubah nilai sikapnya, lalu berubah lah artifak dari organisasi (aturan, prosedur, infrastruktur, sistem, dan lain sebagainya). Kita rasa itu adalah hal yang benar. Karena sering kita dengar jargon, “ubah dulu mindset nya”, “ubah dulu cara pikirnya”, “revolusi dulu mentalnya” dan lain sebagainya. Tapi ternyata John Shook mengusulkan kebalikannya, bila ingin mengubah budaya maka balik urutannya menjadi 3,2, lalu 1.

 

Hasil penemuan dari John Shook. Bila ingin mengubah sebuah organisasi, bila ingin mengubah budaya organisasi, lakukanlah perubahan nomor 3 nya dulu.. Mengubah cara kerja dan mengubah artifak organisasinya. Maka perubahan nomor 3 itu akan mempengaruhi perubahan nomor 2 yaitu nilai dan sikap yang dimiliki oleh anggota organisasi, dan terakhir akan mempengaruhi juga perubahan nomor 1 yaitu perubahan asumsi, ide dasar, dan budaya organisasi.

 

John Shook mencontohkan bagaimana ia ingin mengubah budaya perusahaan sehingga sangat peduli terhadap penjagaan kualitas. Maka John Shook mengubah nomor 3. Mengubah artifak dan cara kerja. Bukannya membuat jargon-jargon dan mencoba mengubah cara pikir karyawan, tapi John Shook mengubah prosedur di dalam pabrik. John Shook menerapkan Prinsip “Semua bisa menghentikan proses produksi di pabrik”. Dibuatlah sebuah aturan main, bila karyawan menemukan sebuah kesalahan dalam proses produksi di pabrik, maka karyawan tersebut berwenang untuk meminta perhentian proses produksi. Dalam pabrik, wewenang tersebut adalah wewenang yang luar biasa, kadang hanya level pimpinan yang bisa menghentikan proses produksi. Tapi wewenang ini diberikan kepada pegawai dan staff. Hal ini ternyata menyebabkan terbentuk budaya organisasi yang memedulikan kualitas. Jadi tidak sekedar jargon dan nasehat untuk peduli kualitas, tapi mengubah aturan kerja, mengubah prosedur, mengubah artifak dari organisasi-lantas perlahan budaya akan berubah.

 

Perubahan tersebut hanyalah salah satu perubahan artifak dan cara kerja. Ada perubahan artifak dan perubahan cara kerja lainnya yang dilakukan oleh John Shook. Apa efeknya, serikat pekerja tidak hanya menerima sistem dan budaya baru, tapi juga menjalankannya dengan antusias. Tingkat absen tidak masuk kerja yang awalnya 20% menurun mejadi 2%. Kualitas dari pabrik yang awalnya terburuk dari seluruh pabrik General Motor, menjadi yang terbaik. Persis menggunakan pegawai yang sama, dengan pegawai pembuat masalah yang tetap ada, karyawan nya tetap orang yang sama, tidak ada yang berubah . Yang berubah adalah Sistem produksi dan sistem manajemennya, dan dengan suatu cara budayanya pun ikut berubah.

 

Berdasarkan konsep tersebut, maka bila kita ingin mengubah budaya organisasi, mulailah dengan mengubah cara kita bekerja, mulailah dengan mengubah artifak. Apa itu artifak? Artifak itu bermakna hasil rancangan manusia. Artifak itu bisa berupa, Manusianya, mesin nya, material nya, metode kerjanya, uangnya, sistemnya, dan lain sebagainya. Kita bisa memulai dari mengubah aturan organisasi, mengubah prosedurnya seperti yang dilakukan John Shook di pabrik General Motor. Bisa juga mengubah interior dari kantornya seperti Google. Bisa juga mengubah sistem informasi di pemerintahan, untuk mencegah suap yang terjadi dalam tender-tender pemerintahan. Bisa juga mengubah beberapa peralatan dan fasilitas yang dilakukan oleh Daniel Pink di acara National Geographic Channel = Crowd Control. Perubahan artifak dan perubahan konkrit seperti itu ternyata perlahan bisa mengubah budaya.

 

Ada sebuah prinsip dalam membangun sistem jalan raya “Good design is better than enforcemen”. Merancang dengan baik itu lebih baik dibanding memaksa-maksa. Membuat sistem jalan yang aman dan tertib, lebih baik daripada menghukum dan memaksa orang untuk patuh aturan. Kaidah ini juga berlaku untuk merancang lainnya.

 

Saya rasa tentu penerapannya tidak ekstrem, tidak berarti bila mengubah nomor 3, maka nomor 2 dan 1 sama sekali didiamkan. Tapi lebih kepada konsentrasi dan bobot perubahan. Saat sedang mengubah  nomor 3, maka nomor 2 dan 1 tetap diubah dengan porsi yang rendah. Bila dalam tahap mengubah nomor 1, maka nomor 2 dan 3 bukan ditinggalkan, tapi diubah dalam bobot yang lebih kecil. Mengubah nomor 3 (mengubah prosedur, mengubah aturan, dll) perlu disertai dengan komunikasi dari pimpinan agar organisasi bisa mempersepsi perubahan nomor 3 sebagai perubahan budaya organisasi (nomor 2 dan nomor 1 juga). Perubahan segala artifak dan perangkat perlu memiliki ruh perubahan budaya. Bila tidak, maka segala perubahan tersebut akan hampa dan hanya menjadi beban para anggota organisasi.

 

Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi solusi dari kebingungan kita dalam mengubah budaya organisasi. Mengubah budaya korupsi, mengubah budaya malas kerja, mengubah budaya gossip. Kita bisa mulai mengubah artifak dan cara kita bekerja; mengubah agenda agenda di kantor/organisasi, mengubah aturan main, mengubah prosedur, mengubah tempat duduk, mengubah ruangan, mengubah cara rapat, mengubah cara absensi, dan lain-lain. Perubahan tersebut tercencana dan terpola untuk menuju suatu budaya tertentu yang ingin dibentuk.

 

Tulisan ini juga bisa dibaca di link:

Artikel lengkap yang menjadi inspirasi bisa dibaca di link:


Leave a Reply